ini aku
Ikan
Rabu, 15 April 2015
Hubungan Pembawaan Keturunan dan Lingkungan Di Dalam Pendidikan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setiap
individu yang lahir ke dunia ini pasti dengan satu pembawaan tertentu. Ini
berarti bahwa karakteristik setiap individu berbeda dan diperoleh dari
pewarisan atau pemindahan cairan “germinal” dari pihak orangtuanya. Di samping
itu, individu tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari lingkungan baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan
yang kompleks merupakan hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan. Agar
kita dapat mengerti dan mengontrol perkembangan individu baik dari tingkah
lakunya, kita hendaknya mengetahui peranan masing-masing (pembawaan, lingkungan,
dan keturunan). Dan inilah yang melatar belakangi kami dalam penulisan makalah
ini. Agar kita calon-calon guru dapat mengidentifikasi bagaimana sifat, tingkah
laku, intelegensi anak didik kita nanti. Dan kita dapat memahami faktor
penyebab anak didik kita itu bertingkah laku yang berbeda. Dapat kita lihat
dari faktor pembawaan dan lingkungannya.
Sedangkan
dari faktor keturunan itu sendiri mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang
diwariskan atau diturunkan dengan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang
lain. Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang sama antara orang
tua dan anaknya, kita belum dapat mengambil kesimpulan bahwa sifat-sifat atau
ciri-ciri pada anak itu diterima melalui keturunan.
Di
samping itu, kita harus ingat pula bahwa belum pasti suatu sifat atau ciri-ciri
yang terdapat pada seseorang yang merupakan keturunan itu diterimanya dari
orang tuanya. Mungkin sifat-sifat keturunan itu diwarisinya dari nenek atau
buyutnya. Sebab, kita mengetahui bahwa tidak semua individu dari suatu generasi
menunjukkan sifat-sifat yang menurun dapat juga sifat-sifat ini tersembunyi
selama beberapa generasi.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian pembawaan, lingkungan, dan keturunan ?
2. Bagaimana
hubungan pembawaan dan lingkungan ?
3. Bagaimana
hubungan keturunan dan pembawaan ?
4. Apakah
macam-macam pembawaan dan pengaruh keturunan ?
5. Bagaimana
pengaruh individu berhubungan dengan lingkungan ?
1.3
Tujuan
Pembahasan
1. Dapat
mengetahui pengertian dari pembawaan, lingkungan, dan keturunan.
2. Untuk
mengetahui hubungan pembawaan dan lingkungan.
3. Untuk
mengetahui hubungan keturunan dan pembawaan.
4. Untuk
mengetahui beberapa macam pembawaan dan pengaruh keturunan.
5. Untuk
mengetahui bagaimana hubungan individu berhubungan dengan lingkungan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembawaan
dan Lingkungan
Pengertian Pembawaan ialah semua
kesanggupan-kesanggupan yang dapat diwujudkan, Pembawaan atau bakat terkandung
dalam sel-benih (kiem-cel), yaitu keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang
ditentukan oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan
pembawaan (aanleg).Di muka telah dikatakan bahwa pembawaan ialah seluruh kemungkinan
yang terkandung dalam sel-benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya.Pembawaan
(yang dibawa anak sejak lahir) adalah potensi-potensi yang aktif dan pasif,
yang akan terus berkembang hingga mencapai perwujudannya.
Pengertian Lingkungandalam ilmu
psikologi, lingkungan disebut dengan environment (Milieu). Jadi bukan surrounding yang berarti keadaan sekeliling saja Karena kata
environment mencakup semua faktor di luar diri manusia yang mempunyai arti bagi
dirinya, dalam arti memungkinkan untuk memberikan reaksi pada diri manusia
tersebut. Jadi antara kita (manusia) dan lingkungan terjadi interaksi yang
terus menerus.Lingkungan (environment) ialah meliputi semua kondisi-kondisi
dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita,
pertumbuhan, perkembangan atau life processkita kecuali gen-gen.
Soal pembawaan ini adalah soal yang
tidak mudah dan dengan demikian memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak
sedikit. Telah bertahun tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli
psikologi, dan lain-lain, memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas
pertanyaan : perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah
lingkungan? Atau dengna kata lain dalam perkembangan anak mudah hingga menjadi
dewasa dari keturunan (pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruh lingkungan?
Seperti yang kita singgung dalam bab
yang lalu mengenai hal ini ada beberapa pendapat.
a.
Aliran Nativisme
Aliran ini
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan
itulah yang menentukan hasil perkembangannya.
b.
Aliran Naturalisme
Aliran ini
berpendapat bahwa pada hakikatnya semua anak (manusia) sejak dilahirkan adalah
baik. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangat ditentukan oleh
pendidikan yang diterimanya atau yang mempengaruhinya.
c.
Aliran Empirisme
Aliran ini
berpendapat berlawanan dengna kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
d.
Hukum Konvergensi
Hukum ini
berasal dari ahli ilmu jiwa bangsa jerman, yang bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan
kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Dengan adanya pendapat William Stern itu dapatkah kita katakan
bahwa persoaalan tentang pembawaan dan lingkungan itu sudah selesai? Belum!
Dalam aliran yang menganut hukum konvergensi itu masih terdapat dua aliran,
yaitu aliran yang dalam hukum konvergensi ini lebih menekankan kepada pengaruh
pembawaan dari pada pengaruh lingkungan, dan dipihak lain mereka yang lebih
menekankan pengaruh lingkungan atau pendidikan.
e. Tut
Wuri Handayani
Konsep
ini berasal dari KI Hajar Dewantara, seorang parker pendidikan Indonesia,
pendiri perguruan Taman Siswa. Jika konsep dari KI Hajar Dewantara ini dapat
kita masukkan sebagai aliran pendidikan, bagaimana pandangan aliran ini
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hubungannya dengan masalah
pembawaan dan lingkungan? Agar pertanyaan ini dengan jelas, perlu kiranya
dikaji terlebih dahulu apa arti kata - kata itu baik yang tersurat maupun yangtersirat.
“Tut Wuri Handayani” berasal dari bahasa jawa “Tut Wuri” berarti “mengikuti
dari belakang”, dan “Handayani” berarti “Mendorong”, memotivasi atau
membangkitkan semangat dari pengertian tersebut jelas bahwa aliran ini mengakui
adanya pembawaan, bakat, atau potensi-potensi yang ada pada anak sejak
dilahirkan. Dengan kata “Tut Wuri” berarti si pendidik diharapkan dapat
melihat, menemukan dan memahamibakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan
terlihat pada anak didik, untuk selanjutnya dapat dikembangkan dengan
memberikan motivasi atau dorongan kearah pertumbuhan yang sewajarnya dari potensi-potensi
tersebut.
2.2
Keturunan
dan Pembawaan
a. Keturunan
Kita
dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri yang terdapat pada seorang
anak adalah keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau
diturunkan dengan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain. Jadi,
sebelum kita memutuskan suatu sifat atau ciri-ciri yang terdapat pada seseorang
itu keturunan atau bukan, terlebih dahulu kita harus ingat dua syarat yaitu:
1) Persamaan
sifat atau ciri-ciri.
2) Ciri-ciri
ini harus menurunkan melalui sel-sel kelamin.
Dengan
demikian kita harus berhati-hati benar dalam memutuskan sesuatu itu merupakan
keturunan atau bukan. Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang
sama antara orang tua dan anaknya, kita belum dapat mengambil kesimpulan bahwa
sifat atau ciri-ciri pada anak itu diterima melalui keturunan.
Disamping
itu kita harus ingat pula bahwa belum pasti suatu sifat atau ciri-ciri yang
terdapat pada seseorang yang merupakan keturunan itu diterimanya dari orang
tuanya. Mungkin juga sifat-sifat keturunan itu diwarisi dari nenek atau
buyutnya. Sebab, kita mengetahui bahwa tidak semua individu dari suatu generasi
menunjukkan sifat-sifat yang menurun dapat juga sifat-sifat ini tersembunyi
selama beberapa generasi.
Banyak
ahli yang berusaha menyelidiki sifat-sifat kejiwaan manusia yangberkenaan
dengan keturunan, tetapi sampai sekarang penyelidikan itu masih belum dapat
dikatakan memuaskan hasilnya. Adapun beberapa faktor yang menyulitkan
terlaksananya penyelidikan tersebut dengan baik antara lain ialah:
1)
Pada manusia tidak
dapat dilakukan persilangan (kruising) menurut rencana tertentu umpamanya,
persilangan antara dua ras yang sangat berlainan asalnya seperti yang dapat
dilakukan terdapat binatang atau tumbuh-tumbuhan.
2)
Masa perkembangan
manusia yang begitu lama mengakibatkan sifat-sifat yang ada yang terjadi karena
keturunan dapat tersembunyi sangat lamanya, sebelum sifat-sifat itu menampakkan
dari pada suatu individu tertentu.
3)
Masa hidup suatu
generasi juga demikian lama sehingga si penyelidik tidak akan mungkin
mengadakan pengamatan terhadap lebih dari satu kali keturunan.
4)
Adanya jumlah anak
manusia yang relatif (menurut perbandingan) hanya sedikit sekali.
Dengan
uraian yang singkat itu, soal keturunan pada manusia adalah soal yang sulit,
yang tidak dapat dengan tergesa-gesa kita katakan atau kita ambil keputusan
bahwa suatu sifat atau ciri yang terdapat pada seseorang itu keturunan atau
bukan keturunan.
b. Pembawaan
1)
Pengertian
Pembawaan ialah
seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi yang terdapat pada suatu individu
dan yang selama masa perkembangan benar-benar dapat diwujudkan (di
realisasikan).
Potensi-potensi
yang bermacam-macam yang ada pada anak itu tentu saja dapat direalisasikan atau
dengan begitu saja dapat menyatakan diri dalam perwujudannya. Untuk dapat
mewujudkan sehingga kelihatan dengan nyata, potensi-potensi tersebut harus
mengalami perkembangannya, serta membutuhkan latihan-latihan pula. Disamping
itu, tiap-tiap potensi atau kesanggupan itu mempunyai masa kematangannya
masing-masing. Kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan atau bercakap, yang telah
ada dalam pembawaannya, akan berkembang karena lingkungannnya serta
kematangnan, pada suatu masa tertentu anak dapat berjalan dan berkata-kata.
Demikina pula, disamping pembawaan uintuk berjalan dan berkata-kata itu, kita
dapat mengatakan tentang pembawaan ilmu pasti, pembawaan untuk bahasa, untuk
menggambar, dan lain-lain. Pendeknya, kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan pembawaan ialah semua kesanggupan yang dapat diwujudkan.
2)
Struktur
Pembawaan
Bahwa pembawaan
yang bermacam-macam yang ada pada anak itu tidak dapat kita ketahui atau kita
amati, jadi belum dapat kita lihat sebelum pembawaan itu menyatakan diri dalam
perwujudannya (dari potential ability
menjadi actual ability), kita
hendaklah selalu ingat bahwa sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu
seperti potensi untuk belajar ilmu pasti, berkata-kata intelegensi yang baik
merupakan struktur pembawaan anak. Jadi sifat-sifat pembawaan itu tidak berdiri
sendiri-sendiri yang satu terlepas dari yang lain.
3)
Pembawaan
dan keturunan
Setelah
soal keturunan dan soal pembawaan itu dibicarakan sendiri-sendiri, dapatlah
kiranya kita bandingkan kedua pengertian itu agar lebih jelas dan berhati-hati
didalam menggunakannya.
Dimuka
telah dikatakan bahwa pembawaan ialah seluruh kemungkinan yang terkandung dalam
sel benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya.
Andaikata
ada seorang anak yang ketika dilahikan telah membawa suatu cacat pada bagian
tubuhnya (umpamanya berbibir sumbing atau tidak berdaun telinga dan sebainya)
dalam hal ini tidak dapat kita katakan bahwa hal itu disebabkan oleh faktor
keturunan. Mungkin juga hal itu disebabkan oleh akibat-akibat yang terjadi
dalam pertumbuhan embrio yang tidak normal umpamanya karena sang ibu suka
minum-muniman keras. Jadi, cacat itu disebabkan karena faktor yang diperoleh
dalam masa pertumbuhannya atau dibawah sejak kelahirannya, bukan diperoleh dari
keturunan. Cacat yang demikian (yang dibawah sejak lahir) tidak menentukan
suatu pertumbuhan tertentu.
4)
Pembawaan
dan bakat
Sebenarnya,
kedua istilah itu pembawaan dan bakat adalah dua istilah yang sama maksudnya.
Umumnya, dalam buku-buku ilmu jiwa kita dapati kedua istilah itu digunakan
sejajar, sama – sama dipakai untuk satu pengertian, yaitu pembawaan (aanleg).
Jika untuk mengganti kata aanleg kedua istilah tersebut diatas dapat digunakan
sama dengan maksud yang sama pula, sebenarnya hal itu tidak diperlulah kita
percakapkan disini.
Tetapi
pengalam sehari-hari memaksa penulis untuk memikirkan apakah yang dimaksud
dengan kedua kata tersebut dan bagaimana perbedaannya. Titik berat perbedaannya
terletak pada luas pengertian, yang satu mengandung pengertian yang lebih luas
dari pada yang lain.
Sedangkan
kata pembawaan mengandung arti yang lebih luas yaitu semua sifat ciri dan
kesanggupan yang dibawah sejak lahir, jadi termasuk pembawaan keturunan.
2.3
Beberapa
macam pembawaan dan pengaruh keturunan
a. Perlu
kiranya disini kami singgung sedikit beberapa “macam” pembawaan berikut
1) Pembawaan jenis
Tiap-tiap
manusia biasa di waktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis
manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelegensinya, ingatannya,
dan sebagainya, semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan
jenis-jenis makhluk lain.
2) Pembawaan ras
Dalam
jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yang
juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras,
misalnya ras Indo German, ras Mongolia, ras Negro. Setiap ras itu dapat
terlihat perbedaan satu sama lain.
3) Pembawaan jenis kelamin
Setiap
manusia yang normal sejak dilahirkan telah membawa pembawaan jenis kelaminnya
masing-masing, laki-laki atau perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat
pula perbedaan sikap dan sifatnya terhadap dunia luar. Tetapi, dalam hal ini
kita hendaklah berhati-hati dalam mencari perbedaan sifat antara kedua jenis
kelamin itu.
4) Pembawaan perseorangan
Selain
pembawaan-pembawaan seperti tersebut diatas, tiap-tiap orang sendiri-sendiri
(individu) memiliki pembawaan yang bersifat individu (pembawaan perseorangan)
yang unik. Tiap-tiap individu meskipun bersamaan ras atau jenis kelaminnya
masing-masing mempunyai pembawaan, watak, intelegensi, sifat-sifat dan sebagainya
yang berbeda-beda. Jadi, tiap-tiap orang itu sendiri mempunyai pembawaan
perseorangan yang berlain-lainnya.
b. Beberapa
macam pembawaan tersebut diatas yang peling banyak ditentukan oleh keturunan
ialah pembawaan ras, pembawaan jenis, dan pembawaan kelamin. Ketiga macam
pembawaan tersebut dapat dikatakan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan.
Akan tetapi, pada pembawaan perseorangan pengaruh lingkungan adalah penting.
Banyak sifat pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih ditentukan
oleh lingkungannya.
Adapun
yang termasuk pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih ditentukan
oleh pembawaan keturunan antara lain adalah :
1) Konstitusi Tubuh:
termasuk didalamnya motorik seperti sikap badan, sikap berjalan, raut muka,
gerakan bicara.
2) Cara bekerjanya alat-alat indera. Ada
orang yang lebih menyukai beberapa jenis perangsang tertentu (misalnya jenis
makanan tertentu), mirip dengan kesukaan yang dimiliki oleh ayah dan ibunya.
3) Sifat –sifat ingatan
dan kesanggupan belajar. Ada orang yang dapat menyimpan kesan-kesan
dalam waktu lama, tidak lekas dilupakan, dan ada yang sebaliknya.
4) Tipe perhatian,
intelejensi kosien (IQ), dan tipe intelejensi,
mengenai tipe perhatian, ada orang yang dapat memusatkan perhatiannya kepada
sesuatu yang relatif lama, tetapi ada pula yang perhatiannya selalu
berpindah-pindah keberbagai objek.
5) Cara-cara
berlangsungnya emosi yang khas: cepat atau lambatnya
mereaksi terhadap sesuatu, dengan keras atau dengan tenang dengan cara
timbulnya perasaan pada seseorang. Dalam psikologi hal ini sering disebut
temperamen.
6) Tempo dan ritme
perkembangan.Setiap perkembangan yang dialami anak
berlangsung menurut kecepatan atau tempo dan ritmenya masing-masing. Ada yang
cepat perkembangannya, baik jasmani maupun rohani, tetapi ada pula anak yang
lambat perkembangannya.
2.4 Lingkungan
(Environment)
a. Pengertian dan Macam
Lingkungan
Sartain
(seorang ahli psikologi Amerika) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
lingkungan (Environment) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan
atau life processes kita kecuali
gen-gen. Bahkan, gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (
to provide environment) bagi gen yang lain.
Menurut
definisi yang luas ini, ternyata bahwa didalam lingkungan kita atau disekitar
kita tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada suatu saat, tetapi terdapat pula
faktor-faktor lain yang banyak sekali, yang secara potensial sanggup atau dapat
mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku kita. Akan tetapi, lingkungan kita
yang aktual (yang sebenarnya) hanyalah faktor-faktor dalam dunia sekeliling
kita, yang benar-benar secara mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku kita.
Sartain
membagi lingkungan itu menjadi tiga bagian seagai berikut:
1) Lingkungan
alam atau luar.
2) Lingkungan
dalam.
3) Lingkungan
sosial.
Yang
dimaksud lingkungan alam atau luar ialah
segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah,
tumbuh-tumbuhan, air, iklim dan hewan. Yang dimaksud lingkungan dalam ialah segala sesuatu yang telah termasuk kedalam
diri kita, yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik kita. Suatu makanan atau minuman yang telah kita makan
dan berada didalam perut kita, ia berada diantara lingkungan dalam dan
lingkungan luar kita. Jika makanan telah dicerna dan sari-sari makanan itu
telah diserap kedalam pembuluh-pembuluh darah atau masuk kedalam cairan limpa
dengan demikian memepengaruhi pertumbuhan sel-sel didalam tubuh, maka ia telah
benar-benar termasuk kedalam lingkungan dalam kita.
Sedangkan
yang dimaksud lingkungan sosial ialah semua orang atau manusia lain
mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang kita terima secara
langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung, misalnya dalam
pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga kita, teman-teman
kita. Sedangkan pengaruh tidak langsung misalnya melalui radio, televisi,
majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.
b.
Bagaimana
Individu Berhubungan dengan Lingkungan?
Allport
merumuskan kepribadian manusia itu sebagai berikut “kepribadian adalah
organisasi dinamis dari sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan
cara-caranya yang unik (khas) dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan”.
Dari
rumusan tersebut jelas bahwa kepribadian manusia tidak dapat dirumuskan sebagai
suatu totalitas individu saja tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan
lingkungannya. Totalitas individu itu baru disebut kepribadian apabila
keseluruhan sistem psikofisiknya, termasuk pembawaan, bakat, kecakapan, dan
ciri-ciri kegiatannya, menyatakan diri dengan khas dalam menyesuaikan dirinya
dengan lingkungannya.
Menurut
Woodworth, cara-cara individu itu berhubungan dengan lingkungannya dapat
dibedakan menjadi 4 macam :
1)
Individu bertentangandengna lingkungannya,
2)
Individu menggunakan lingkungannya,
3)
Individu berpartisipasi dengan lingkungannya,
4)
Individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sebenarnya,
keempat macam cara hubungan individu dengan individu dapat kita rangkum menjadi
satu saja, yakni individu itu senantiasa berusaha untuk “menyesuaikan diri”
(dalam arti luas) dengan lingkungannya.
Dalam
arti yang luas menyesuaikan diri itu
berarti:
1)
Mengubah
diri sesuai dengan keadaan lingkungan
(penyesuaian diri autoplastis).
2)
Mengubah
lingkungan sesuai dengan kehendak atau keiinginan
diri pribadi (penyesuaian diri alloplastis).
Pada
umumnya, tiap-tiap individu didalam kehidupannya menggunakan kedua cara
penyesuain diri tersebut dalam usaha mengembangkan dirinya dan dalam
interaksinya dengan lingkungannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembawaan adalah
seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu
individu dan yang selama masa perkembangan benar-benar dapat diwujudkan
(direalisasikan).Lingkungan adalah kondisi dalam dunia ini yang dengan
cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita. Sedangkan keturunan adalah
sifat-sifat atau ciri-ciri yang terdapat pada seorang anak.
Hubungan pembawaan
dengan lingkungan yaitukeseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan
oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan pembawaan, keadaan
sekeliling saja Karena kata environment mencakup semua faktor di luar diri
manusia yang mempunyai arti bagi dirinya, dalam arti memungkinkan untuk
memberikan reaksi pada diri manusia tersebut.
Hubungan kuturunan dengan pembawaan
yaitu semua kesanggupan-kesanggupan yang dapat diwujudkan, pembawaan atau bakat
terkandung dalam sel-benih yang akan berkembang mencapai perwujudannya.
Macam-macam dari pembawaan dan pengaruh keturunan itu ada 4 yaitu pembawaan
jenis, pembawaan ras, pembawaan jenis kelamin, dan pembawaan perseorangan.
Pengaruh individu yang berhubungan
dengan lingkungan sebagai suatu totalitas individu
saja tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungannya. Totalitas
individu itu baru disebut kepribadian apabila keseluruhan sistem psikofisiknya,
termasuk pembawaan, bakat, kecakapan, dan ciri-ciri kegiatannya, menyatakan
diri dengan khas dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
3.2
Saran
Faktor
pembawaan dan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan manusia. Sifat,
intelijensi dan bakat atau potensi-potensi individu yang dapat memberikan
perkembangan individu seseorang. Selain faktor pembawaan tersebut, lingkungan
juga sangat mempengaruhi perkembangan. Orang tua hendaknya dari sejak dini
mengenalkan lingkungan yang baik kepada anak-anak. Disebabkan, lingkungan
sekarang ini ada juga yang kurang baik dan bisa berdampak negatif bagi
perkembangan anak-anak. Dan ada baiknya pula, jika orang tua juga berperan
dalam mengawasi perkembangan anaknya, karena sekarang ini ada juga orang tua
yang kurang mengawasi anaknya dikarenakan sibuk bekerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu, PsikologiUmum. Semarang: Rineka
Cipta, 1991
Syah Muhibbin, PsikologiPendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995.
Effendi Usman, Dkk, PengantarPsikologi. Bandung:
Angkasa, 1984.
Soemanto Wasty,PsikologiPendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta, 1990
5.Purwanto mangalin, PsikologiPendidikan”. Jakarta: Bumi
Angkasa, 1955
A.W. Wijaya, Drs., Individu,
Keluarga dan Masyarakat, Akademika Pressindo, Jakarta, 1986.
Abu Ahmadi, Drs. H., dkk., Ilmu
Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Ahmad Tantowi, Psikologi
Pendidikan, Angkasa, Jakarta, 1986.
Fuad Amsyari, Prinsip-Prinsip
Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.
Samsi Haryanto, Dr., M.Pd.,
Pengantar Teori Pengukuran Kepribadian, Sebelas Maret University,
Surakarta, 1994.
Singgih D. Gunarsa,Dr., Psikologi
Untuk Membimbing, BPK Gunung Muria, Jakarta, 1992.
Sabtu, 07 Februari 2015
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Guru
merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem pendidikan secara
keseluruhan, yang harus mendapatkan perhatian sentral, pertama, dan utama.
Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara
masalah pendidikan, karena guru saling berkait dengan komponen manapun dalam
sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,
khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat
menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses
belajar-mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap tercapainya proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan
sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan
berkualitas. Dengan kata lain perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal
dari guru dan berujung pada guru pula.
Peningkatan
profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru yang belum memiliki
kualifikasi profesional menjadi profesional. Dengan demikian peningkatan
kemampuan profesional guru merupakan bantuan atau memberikan kesempatan pada
guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan, sehingga yang
harus lebih berperan aktif adalah guru itu sendiri. Artinya, perlu dikemukakan
disini bahwa gurulah yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang
untuk mendapatkan pembinaan. Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan
profesional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuh kembangkan profesionalisme
guru.
Peningkatan
kemampuan profesional guru bukan sekedar diarahkan kepada pembinaan yang lebih bersifat
aspek-aspek administratif kepegawaian tetapi harus lebih kepada peningkatan
kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai seorang pendidik. Menurut
Glickman (1991) guru profesional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang
tinggi dan komitmen yang tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme guru
harus diarahkan pada dua hal tersebut.
Dalam
rangka peningkatan kemampuan profesional guru, perlu dilakukan sertifikasi dan
diuji kompetensi secara berkala agar
kinerja terus meningkat dan tetap memenuhi syarat profesional. Di masa depan,
profil kelayakan guru akan ditekankan pada aspek-aspek kemampuan membelajarkan
siswa, dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan memilih
pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
kompetensi guru ?
2.
sebutakan saja karakteristik citra guru yang
diharapkan !
3.
Apa sertifikasi guru itu?
4.
Apa saja hal-hal yang berkaitan dengan
peran guru sebagai agen pembelajaran ?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui apa saja peran guru dalam
agen pembelajaran.
2.
Mengetahui tujuan sertifikasi guru.
3.
Mengetahui kompetensi-kompetensi apa
saja yang harus dimiliki seorang guru.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Standar
Kompetensi Guru
Istilah
kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (1995) mengemukakan
bahwa kompetensi guru sebagai Deskriptive
of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful, kompetensi
guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh
arti. Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa: Competencyas reational performance which satisfactorily meets the objektive
for a desired condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan).
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dijelaaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dan dosen dalam melakukan tugas keprofesionalan.”
Dari
uraian diatas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompoetensi guru menunjuk kepada
performance dan perbuatan ang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu
didalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatan rasional karena mempunyai
arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti
tidak hanya dapat diamati tetapi mencakup sesuatu yang tidak kesat mata.
Kompetensi
merupakan komponen-komponen utama dari standar profesi di samping kode etik
sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem
pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat
perilaku ang efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi,
menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang
mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara
efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya
melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process).
Kompetensi
guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi,
sosial, dan sepiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi
guru, yang mencangkup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik,
pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Keempat
standar kompetensi guru tersebut masih bersifat umum danperlu dikemas dengan
menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang beriman dan bertaqwa,
serta sebagai warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan keempat standar kompetensi guru diatas perlu didasarkan pada (1)
Landasan konseptual, Landasan teoritik, dan peraturan perundangan yang berlaku.
(2) Landasan empirik, dan fenomena pendidikan yang ada, kondisi strategi, dan
hasil di lapangan, serta kebutuhan stakeholders. (3) jabaran tugas dan fungsi
guru: merancang, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, serta mengembangkan
pribadi peserta didik. (4) jabaran indikator standar kompetensi: rumpun
kompetensi, butir kompetensi, dan indikator kompetensi. Dan (5) pengalaman
belajar dan asesmen sebagai tagihan kogkret yang dapat diukur dan diamati untuk
setiap indikator kompetensi (Depdiknas, 2004).
Disamping
standar profesi diatas, guru perlu memiliki standar mental, moral, sosial,
spiritual, intelektual, fisik dan psikis, sebagai berikut.
1.
Standar mental: Guru harus memiliki
mental yang sehat, mencintai, mengabdi, dan memiliki dedikasi yang tinggi pada
tugas dan jabatan.
2.
Standar moral: guru harus memiliki budi
pekerti luhur dan sikap moral yang tinggi.
3.
Standar sosial: guru harus memilii
kemampuan berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat lingkungannya.
4.
Standar spiritual: guru harus beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT, yang diwujudkan dalam ibadah dalam kehidupan
sehari-hari.
5.
Standar intelektual: guru harus
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai agar dapat melaksanakan tugas
dan kewajibannya dengan baik dan profesional.
6.
Standar
fisik: guru harus sehat jasmani, berbadan sehat, dan tidak memiliki penyakit
menular yang membahayakan diri peserta didik dan lingkungannya.
7.
Standar psikis: guru harus sehar rohani,
artinya guru tidak mengalami gangguan jiwa atau kelainan yang dapat mengganggu
pelaksanaan tugas profesionalnya.
Sebagai
pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk
melaksanakan empat hal berikut ini.
Pertama,
guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak
dicapai. Tugas guru adalah menetapkan ang telah dimiliki oleh peserta didik
sehubungan dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi apa yang
mereka perlukan untuk dipelajari dalam memcapai tujuan. Untuk merumuskan
tujuan, guru perlu melihat dan memahami seluruh aspek perjalanan. Sebagai
contoh, kualitas hidup seorang sangat bergantung kemampuan membaca dan
menyatakan pikiran-pikirannya secara jelas.
Kedua, guru
harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling
penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar untuk itu tidak
secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata
lain, peserta didik harus dibimbing untuk mendapatkan pengalaman, dan membentuk
kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan.
Ketiga, guru
harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin merupakan tugas ang paling
sukar tetapi penting, karena guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap
kegiatan belajar. Bisa jadi pembelajaran direncanakan dengan baik, dilaksanakan
secara tuntas dan rinci, tetapi kurang relevan, kurang hidup, kurang bermakna,
kurang menantang rasa ingin tahu, dan kurang imaginatif.
Keempat,
guru harus melaksanakan penelitian. Dalam hal ini guru dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut: bagaimana
keadaan peserta didik dalam pembelajaran? Bagaimana peserta didik membentuk
kompetensi? Bagaimana peserta didik mencapai tujuan? Jika berhasil mengapa, dan
jika tidak berhasil mengapa? Apa yang bisa dilakukan dimasa mendatang agar
pembelajaran menjadi sebuah perjalanan yang lebih baik? Apakah peserta didik
dilibatkan dalam menilian kemajuan dan keberhasilan, sehingga mereka dapat
mengarahkan dirinya (self directing)?. Seluruh aspek pertanyaan tersebut
merupakan kegiatan penilaian yang harus dilakuakan guru terhadap kegiatan
pembelajaran, yang hasilnya sangat bermanfaat terutama untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran.
2.2
Karakteristik Citra Guru Yang
Diharapkan
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya
mutu masalah pendidikan. Keberhasilan penyelenggaran pendidikan sangat
ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya
melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk
meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya. Untuk mewujudkan kinerja
guru yang professional dalam reformasi pendidikan secara ideal ada beberapa
karakteristik citra guru yang diharapkan antara lain:
a.
Guru
harus memiliki semangat juang yang tinggi disertai dengan kualitas keimanan dan
ketakwaan yang mantap.
b.
Guru
yang mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntunan lingkungan
dan perkembangan IPTEK.
c.
Guru
mempunyai kualitaskompetensi pribadi dan professional yang memadai disertai
ataslerja yang kuat.
d.
Guru
mempunyai kualitas kesejahteraan yang memadai.
e.
Guru
yang mandiri kreatif dan berwawasan masa depan.
Ø Untuk mewujudkan guru yang memiliki
karakteristik seperti di atas maka perlu dilakukan langkah nyata yang dapat
dilakukan oleh pemerintah antara lain:
a.
Pemerintah
harus ada kemauan politik untuk menempatkan posisi guru dalam keseluruhan
pendidikan nasional.
b.
Mewujudkan
sistem manajemen guru dan tenaga kependidikan lain yang meliputi pengadaan,
pengangkatan, penempatan, pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan secara
terpadu yang sistematik, sinergik dan simbolik.
c.
Pembenahan
sistem pendidikan guru yang lebih fungsional untuk menjamin dihasilkannya
kualitas profesional guru dan tenaga kependidikan lainnya.
d.
Pengembangan
satu sistem pengajaran (gaji dan tunjangan lainnya) bagi guru secara adil,
bernilai ekonomi, dan memiliki daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang
guru untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan
lahir batin.
Ø Ada delapan hal yang diinginkan oleh
guru melalui pekerjannya yaitu:
1.
Adanya
rasa aman dan hidup layak.
2.
Kondisi
kerja yang diinginkan.
3.
Rasa
keikutsertaan.
4.
Perlakuan
yang wajar dan jujur.
5.
Rasa
mampu.
6.
Pengakuan
dan penghargaan atas sumbangan.
7.
Ikut
bagian dalam pembuatan kebijakan sekolah.
8.
Kesempatan
mengembangkan self respect.
2.3
Pengembangan
Kinerja Guru Berkaitan Profesi Guru
Menurut Sahertian bahwa pengembangan kinerja guru yang
berkaitan pengembangan profesi guru di kenal adanya tiga program yaitu:
1. Program
pres-service education, ini merupakan program pendidikan yang
dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu
dalam suatu jabatan. Lembaga penyelenggaraan program ini adalah suatu
pendidikan mulai dari penndidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
2. Program
in-service education, ini merupakan program pendidikan yang
mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional sesudah peserta didik mendapat
tugas tertentu dalam suatu jabatan. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan
guru dapat berusaha meningkatkan kinerjanya melalui pendidikan lanjut yang
berizasah D-2 dapat melanjutkan ke D-3, S-1, S-2 dan S-3.
3. Program in-service training,
merupakan suatu usaha pelatihan memberi kesempatan kepada orang yang
mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal ini adalah guru, untuk mendapat
pengembangan kinerja. Pada umumnya yang paling banyak dilakukan pada program
ini adalah melalui penataran, yaitu :
1) Penataran penyegaran yaitu usaha pengembangan kinerja guru
agar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta
menetapkan kinerja guru agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik.
Sifat penataran ini memberi penyegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi di
masyarakat agar tidak ketinggalan zaman,
2) Penataran peningkatan kualifikasi adalah usaha peningkatan kemampuan
guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal tertentu sesuai dengan
standar yang ditentukan,
3) Penataran penjenjangan adalah suatu usaha meningkatkan
kemampuan guru dalam jenjang struktural sehingga memenuhi persyaratan suatu
pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan menurut
pusat inovasi badan penelitian dan pengembangan departemen pendidikan nasional
2003, terdapat tiga kategori yang berkaitan dengan peningkatan mutu guru dalam
pengembangan pendidikan yaitu:
1.
Sistem pelatihan guru, dapat diambil langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Perlunya revitalisasi pelatihan guru
yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar
semata-mata.
b. Perlunya mekanisme kontrol
penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya.
c. Perlunya sistem penilaian yang sistemik
dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap
mutu pendidikan.
d. Perlunya desentralisasi pelatihan guru
pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan
otonomi daerah yang dituntut dalam UU No. 22/1999.
2.
Untuk kategori kemampuan profesional, dapat diambil langkah sebagai
berikut:
a. Perlunya upaya-upaya alternatif yang
mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi
pelajaran.
b. Perlunya tolok ukur kemampuan profesional
sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
c. Perlunya peta kemampuan profesional
guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan kanwil-kanwil untuk
tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
d. Perlunya untuk mengkaji ulang
aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih
fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya .
e. Perlunya reorganisasi rekonseptualisasi
kegiatan pengawasan pengawasan pengelolaan sekolah sehingga kegiatan ini menjadi sarana
alternative peningkatan mutu guru.
f. Perlunya upaya untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
g. Perlunya mendorong para guru untuk
bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
3.
Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat
diambil langkah sebagai berikut:
a. Memperketat persyratan untuk menjadi
calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (TPTK).
b. Menumbuhkan apresiasi karier guru
dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
c. Perlunya ketentuan sistem credit point
yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan
pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
d. Perlunya sistem dan mekanisme anggaran
yang ditunjukan untuk meningkatkan pendapatan guru.
Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegarsikan
dengan komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun
anak didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan niat yang bersih
dan iklas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan
berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk
meningkatkan kea rah yang lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya
kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini.
Menurut Diknas (2005) berdasarkan hasil analisis situsional
di masing-masing daerah ada berbagai alternatif peningkatan profesionalisme
guru dapat dilakukan oleh :
a. Dinas Pendidikan setempat.
b. Dinas Pendidikan bekerja sama atau
melibatkan instansi lain unsur terkait di masyarakat.
c. Kerja sama antara Dinas Pendidikan dan
guru (sekolah).
Dijelaskan pula, beberapa alternatif program pengembangan
profesionalisme guru sebagai berikut:
a)
Program peningkatan kualifikasi
pendidikan guru
Program peningkatan kualifikasi pendidikan ini dapat berupa
program kelanjutan studi dalam bentuk tugas belajar. Tujuan dari program ini
untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan guru sehingga memenuhi kriteria yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Ø Langkah yang dilakukan guna
merealisasikan program peningkatan kualifikasi pendidikan guru ini dapat
ditempuh dengan tiga cara yaitu:
1.
Dinas
Pendidikan setempat memberikan beasiswa agar guru bersekolah lagi.
2.
Guru
yang bersangkutan bersekolah lagi yang dibiayai oleh pemerintah dan guru itu
sendiri.
3.
Guru
yang bersangkutan bersekolah lagi dengan menggunakan swadana atau biaya
sendiri.
b)
Program penyetaraan dan sertifikasi
Program ini diperuntungkan bagi guru yang mengajar tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikannya atau bukan berasal dari program
pendidikan keguruan. Tujuan dari program ini agar guru mengajar sesuai dengan
latar belakang pendidikannya atau termasuk kedalam kelompok studi yang
tercantum dalam ijazahnya.
Ø Langkah yang dilakukan dengan cara:
a. Guru tersebut dialihkan ke mata
pelajaran lain yang merupakan satu rumpun, misalnya guru PPKN dengan guru IPS.
b. Guru tersebut dialihkan ke mata
pelajaran yang tidak serumpun, misalnya guru IPS menjadi guru Muatan Lokal
dengan memberikan tambahan penataran khusus.
c)
Program pelatihan terintegarasi
berbasis kompetensi
Guna meningkatkan profesionalisme guru, perlu dilakukan
pelatihan dan penataran yang intens pada guru. Pelatihan yang diperlukan adalah
pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan guru, yaitu pelatihan yang mengacu
pada tuntutan pada kompetensi guru. Tujuan pelatihan ini untuk membekali
berbagai pengetahuan dan keterampilan akumulatif yang mengarah pada penguasaan
kompetensi secara utuh sesuai profil kemampuan minimal sebagai guru mata
pelajaran sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
d)
Program supervisi pendidikan
Pelaksanaan proses pembelajaran dikelas tidak selamanya
memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkan, ada saja kekurangan dan
kelemahan yang di jumpai pada guru saat melaksanakan proses pembelajaran maka
untuk memperbaiki kondisi demikian peran supervisi pendidikan menjadi sangat
penting untuk dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan prestasi kerja guru dan
pada gilirannya meningkatkan prestasi sekolah. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
memperbaiki guru dalam hal proses belajar mengajar agar tercapai kualitas
proses belajar mengajar dan meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
e) e) Program pemberdayaan MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran)
MGMP adalah forum atau wadah kegiatan profesional guru mata
pelajaran sejenis. Kegiatan ini berfungsi sebagai wadah atau sarana komunikasi,
konsultasi dan tukar pengalaman. Tujuan dari MGMP ini tidak lain memumbuhkan
kegairahan guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar
dalam rangka meningkatkan sikap percaya diri sebagai guru; menyetarakan
kemampuan dan kemamhiran guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehingga
dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan; mendiskusikan
permasalahan yang dihadapi guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan
mencari penyelesaian yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, guru,
kondisi sekolah, dan lingkungan: membantu guuuru memperoleh informasi teknis
edukatif yang berkaitan dengan kegiatan keilmuaan dan Iptek, kegiatan
pelaksanaan kurikulum, metodologi, dan sistem evaluasi sesuai dengan mata
pelajaran yang bersangkutan; saling
berbagi informasi dan pengalaman dalam rangka menyesuaikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
f)
Simposium guru
Banyak cara dapat dilakukanuntuk meningkatkan
profesionalisme guru, seperti simposium guru. Melalui kegiatan yang diharapkan
para guru dapat menyebar luaskan upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah.
Forum ini selain sebagai media untuk sharing pengalaman juga berfungsi sebagai
kompetisi antarguru dengan menampilkan guru-guru yang berprestasi dalam
berbagai bidang. Misalnya, dalam penggunaan metode pembelajaran, hasil
penelitian tindakan kelas atau penulisan karya ilmiah.
g)
Melakukan penelitian
Peningkatan profesionalisme guru dapat juga dilakukan
melalui optimalisasi pelaksanaan penelitian yang merupakan kegiatan sistematik
dalam rangka merefleksi dan meningkatkan praktik pembelajaran secara
terus-menerus sebab berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru dilakukan
untuk meningkatkan kemantapan rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan
yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya, dan memperbaiki kondisi di mana
praktik pembelajaran berlangsung.
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki
kualitas proses belajar mengajar dan meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar juga untuk meningkatkan hasil belajar siswa
sebab melalui kegiatan ini guru dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang
dilakukan dan keterbatas yang harus diperbaiki.
2.4
Guru
Sebagai Agen Pembelajaran
Dalam
standar nasional pendidikan (SNP) pasal 28, dikemukakan bahwa: “ pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.” Selanjutnya dalam penjelasan dikemukakan bahwa “ang dimaksud dengan
pendidik sebagai agen pembelajaran (learning
agen) adalah peran pendidik antara lain, sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”. Sehubungan dengan
itu, meskipun dalam uraian ini peran guru sebagai agen pembelajaran, dibahas
secara terpisah-pisah, namun dalam pelaksanaan pembelajaran peran-peran
tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk membentuk kompetensi dan
pribadi peserta didik.
A.
Guru
sebagai fasilitator
Tugas
guru tidak hanya menampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus
menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh
peserta didik agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan,
gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara
terbuka. Rasa gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan
pendapat secara terbuka merupakan modal terbesar sebagai pendidik untuk tumbuh
dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai
kemungkinan, dan memasuki era globalisasi ang penuh berbagai tantangan.
Guru
sebagai fasilitator sedikitna memiliki 7 (tujuh) sikap yang didefinisikan
Rogers (dalam Knowles, 1984) berikut ini.
1.
Tidak berlebihan mempertahankan
pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka.
2.
Dapat lebih mendengarkan peserta didik,
terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
3.
Mau dan mampu menerima ide peserta
didik yang inovatif, dan kreatif, bahkan yang sulit sekalipun.
4.
Lebih meningkatkan perhatiannya
terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan
pembelajaran.
5.
Dapat menerima balikan (feedback), baik ang sifatnya positif
maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap
diri dan perilakunya.
6.
Toleransi terhadap kesalahan yang
dibuat peserta didik selama proses pembelajaran, dan
7.
Menghargai prestasi peserta didik,
meskipun biasanya mereka sudah tau prestasi yang dicapainya.
B.
Guru
sebagai Motivator
Sebagai
motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip berikut.
a.
Peserta didik akan bekerja keras kalau
memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya.
b.
Memiliki tugas yang jelas dan dapat
dimengerti.
c.
Memberikan penghargaan terhadap hasil
kerja dan prestasi peserta didik.
d.
Menggunakan hadiah, dan hukuman secara
efektif dan tepat guna, serta
e.
Memberikan penilaian dengan adil dan
transparan.
C.
Guru
sebagai pemacu
Sebagai
pemacu belajar, guru harus mampu melipat gandakan potensi peserta didik, dan
mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka dimasa yang akan
datang.
Hal
ini penting, karena guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran disekolah, guru sangat berperan dalam membantu pengembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul
karena manusia adalah makhluk yang lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa
membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan
bahwa semua orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya
peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu
juga ia menaruh harapan terhadap guru agar anaknya dapat berkembang secara
optimal.
D.
Guru
sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai
pemberi inspirasi belajar, guru harus memerankan diri dan memberikan inspirasi
bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat
membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru. Untuk kepentingan
tersebut, guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan
tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan
sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusan pada peserta didik (student centered activities) agar dapat
memberikan inspirasi, membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim
belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat
memberikan daya tarik sendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar
yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan.
Iklim
belajar yang kondusif harus ditunjang oleh beberapa fasilitas belajar yang
menyenagkan, seperti sarana, labolatorium, pengaturan lingkungan, penampilan
dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara peserta didik dengan guru, dan
diantara peserta didik itu sendiri, serta penataan organisasi dan bahan
pembelajaran secara cepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta
didik.
2.5
Sertifikasi
Guru
Dalam
Undang – Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk Guru dan Dosen. Sedangkan sertifikasi pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberikan terhadap guru dan dosen sebagai tenaga
profesional. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai
suatu proses pemberian pengakuan bahwa seorang telah memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah
lulus uji kompetensi yang disenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata
lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian
sertifikasi pendidik.
Wibowo
(2004), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai
berikut.
1)
Melindungi profesi pendidik dan tenaga
pendidik.
2)
Melindungi masyarakat dari
praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga
kependidikan.
3)
Membantu dan melindungi lembaga
penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk
melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.
4)
Membangun citra masyarakat terhadap
profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
5)
Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
Lebih
lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai
manfaat sebagai berikut.
1.
Pengawasan mutu
1)
Lembaga sertifikasi yang telah
mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
2)
Untuk setiap jenis profesi dapat
mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara
berkelanjutan.
3)
Peningkatan profesionalisme melalui
mekanisme seleksi, baik pada waktu awalmasuk organisasi profesi maupun
pengembangan karir selanjutnya.
4)
Proses seleksi yang lebih baik, program
pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai
peningkatan profesionalisme.
2.
Penjaminan Mutu
1)
Adanya proses pengembangan
profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktis akan menimbulkan persepsi
masyarakat dan pemerintahmenjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta
anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan, khususnya para pelanggan/pengguna
akan makin menghargai organisasi profesi dan sebaliknya organisasi profesi
dapat memberikan jaminan atau melindungi para pelanggan/pengguna.
2)
Sertifikasi menyediakan informasi yang
berharga bagi para pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam
bidang keahlian dan ketrampilan tertentu.
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1)
Guru merupakan komponen yang paling
berpengaruh terhadap tercapainya proses
dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan
sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan
berkualitas. Dengan kata lain perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal
dari guru dan berujung pada guru pula.
2)
Guru
merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu masalah pendidikan.
Keberhasilan penyelenggaran pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana
kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar
mengajar.
3)
sertifikasi pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberikan terhadap guru dan dosen sebagai tenaga
profesional.
3.2
Saran
1)
Menjadi seorang guru seharusnya
mempunyai 4 kompetensi, dan 4 kompetensi itu adalah 1). Kompetensi pedagogik,
yaitu kemampuan mengelola pembelajaran. 2). Kompetensi Kepribadian, yaitu
kemampuan untuk menjadi teladan bagi peserta didik. 3). Kompetensi profesional,
yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran dan 4). Kompetensi Sosial, yaitu
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan wali murid. Jika seorang guru
tersebut memiliki 4 kompetensi tersebut maka tenaga pendidik tersebut bisa
dikatakan sebagai tenaga pendidik yang profesional.
Daftar Pustaka
Brandt,
R. (1993). What Do ou Mean Professional?
Educational Leadership, No. 6, March.
Degeng,
I. Nyoman Sudana. (2003). Belajar dan
Pembelajaran, Bahan Sajian Akta Mengajar. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negri Malang.
Depdiknas.
(2002). Standar Kompetensi Guru Kelas SD/MI
Program D2 PGSD. Jakarta: P2TK Ditjen
Dikti.
Depdiknas.
(2004). Draft Naska Akademik Sertifikasi
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: P2TK Ditjen Dikti.
Hasan,
Ani M. (2004) Pengembangan
Profesionalisme Guru. Surabaya: Seminar Nasional Pendidikan.
Mukhadis,
A. (2004). Standar dan Sertifikasi
Kompetensi Refresentasi Penjaminan Mutu Profesionalisme Guru di Indonesia pada
Abad Pengetahuan. Surabaya: Seminar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Jakarta: Sinar Grafika.
Langganan:
Komentar (Atom)